Savills, sebuah perusahaan realestat global dalam laporan tahunannya, World Cities Review menyatakan, aktivitas para miliarder dunia di pasar realestat telah begitu intens selama tujuh tahun belakangan. Aktivitas tersebut telah menyebabkan penggandaan nilai properti di sektor ini sebanyak dua kali lipat.
Laporan tersebut menemukan, pasar perumahan super mewah di kota-kota besar yang dikenal dengan "pasar miliarder" telah tumbuh lebih cepat dari pasar utama kota tersebut. Peningkatan nilai terbesar telah tercatat di China dan Asia.
Hal tersebut terjadi akibat munculnya kelas-kelas kaya baru dan peningkatan harga komoditas. Berdasarkan daftar "10 Kota dengan Realestat Termahal di Dunia" yang dipublikasikan Forbes, kota dengan realestat termahal di dunia saat ini masih dipegang Hong Kong.
Rata-rata harga rumah mewah di Hong Kong mencapai 7.200 poundsterling per kaki persegi atau setara dengan Rp 106,8 juta per kaki persegi. Bahkan, pada 2012 lalu harga tersebut melonjak hampir mendekati 11.000 poundsterling.
Rata-rata harga rumah mewah di kota tersebut mencapai 7.200 poundsterling per kaki persegi atau setara dengan Rp 106,8 juta per kaki persegi. Bahkan, pada 2012 lalu harga tersebut melonjak hampir mendekati 11.000 poundsterling.
Dengan harga per kaki persegi yang setinggi itu, harga rata-rata rumah mewah di Hong Kong mencapai 57 juta poundsterling atau sekitar Rp 845,7 miliar. Rekor kesepakatan jual-beli termahal yang pernah diadakan di kota tersebut dipegang oleh Deep Water Bay Road. Kesepakatan itu menghasilkan perjanjian sebesar 8.200 poundsterling per kaki persegi atau sekitar Rp 121,6 juta per kaki persegi pada 2011 lalu.
Sementara itu, posisi kedua dipegang oleh Tokyo. Ukuran rumah rata-rata di ibukota Jepang tersebut mencapai 16.000 kaki persegi (atau 1.486 meter persegi). Untuk setiap kaki persegi, rumah-rumah kelas high-end di Tokyo memiliki harga 5.000 poundsterling per kaki persegi atau setara Rp 74,1 juta. Dengan kata lain, sebuah rumah besar di Tokyo bisa mencapai Rp 1,1 triliun.
Merunut daftar Savills tersebut, London saat ini berada di urutan ketiga. Harga rumah di kelas high-end per kaki perseginya mencapai 3.500 poundsterling atau Rp 51,9 juta. Rata-rata rumah miliarder berukuran 7.900 kaki persegi, berarti memiliki harga Rp 408,9 miliar.
Pada 2005 lalu, harga rumah di pasar utama London telah melonjak hingga 107 persen, meskipun berada dalam kejatuhan ekonomi global. Secara umum, apresiasi harga yang sangat dramatis terjadi di pasar-pasar seperti Singapura dan Mumbai. Di kedua tempat tersebut, harga melonjak hingga 232 persen dan 176 persen sejak 2005. Kenaikan dramatis itu terjadi karena keduanya tumbuh dari nilai dasar yang cenderung rendah.
Adapun kota New York berada di urutan keenam dengan harga per kaki persegi rata-rata 2.700 poundsterling atau Rp 39,9 juta. Angka ini 47 persen lebih tinggi dari harga penjualan yang dimandatkan selama terjadi bubble (gelembung) perumahan pada 2005 silam.
Beberapa faktor menyebabkan "goyangnya" penjualan di kelas miliarder ini. Salah satunya merupakan kebijakan pemerintah yang menargetkan masyarakat sangat kaya untuk membeli rumah. Hong Kong contohnya, telah mengenalkan pembatasan pinjaman dan kewajiban yang lebih tinggi untuk pembeli asing.
Sementara menurut Savills di Forbes, kenaikan pajak yang tinggi di Perancis telah membatasi aktivitas high-end sehingga menekan harganya. Di Paris, harga turun sebanyak 8 persen. Bahkan, di French Riviera mencapai 10 persen.
Artikel yang dilansir oleh Forbes juga mengatakan, bahwa motivasi investasi ikut berubah. Kini, para pembeli dengan kantong lebih tebal membeli properti untuk menyewakannya kembali. Dengan begini, investasi mereka akan memberikan pemasukan aktif.
Di sisi lain, artikel yang sama juga menarik, lantaran negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Indonesia, dan Filipina kini mulai dikenal sebagai profil pembeli asing. Dalam daftar ini, Paris berada di posisi keempat, disusul kemudian oleh Moskow, New York, Shanghai, Singapura, India, dan Sidney.